PRO KONTRA MENGENAI KENAIKAN TARIF BPJS

Opini : Ade Manansyah, SH. MH. (Advokat)

Kantor Hukum Ade Manansyah & Rekan, Jakarta - Presiden Jokowi telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019, maka secara resmi pemerintah menaikkan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Kenaikan iuran sebesar hampir 2 kali lipat tersebut berlaku per 1 Januari 2020.

Tarif baru iuran BPJS yang akan segera diberlakukan  untuk tiap klas atau golongan memiliki perbedaan . Klas 3 menjadi  rp 42.000 per bulan, yang tarif sebelumnya yang harus dibayarkan  rp rp 23.000 per bulan. Klas 2 sebesar rp 110.000 per bulan, yang sebelumnya rp 51.000  dan klas 1 naik 100 persen, dari rp 80.000 menjadi rp 160.000. Besarnya kenaikan ini memang terlalu tinggi dan tentu akan berdampak pada semakin beratnya tekanan hidup mereka terutama rakyat miskin yang jumlahnya mencapai 2.500.000 atau 2,5 juta. Memang serba dilematis, bila iuran BPJS tidak dinaikkan, masih masih banyak tunggakan yang belum bisa dibayarkan sehingga rumah sakit harus menanggung dahulu sampai dana BPJS cair.

Ronal Febrianto, Pengusaha Atribut alat perlengkapan asal Jakarta, menyampaikan bahwa dirinya setuju akan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Dia berpendapat, peningkatan pemasukan iuran terhadap BPJS Kesehatan akan memperlancar pembayaran klaim dan meningkatkan kondisi keuangan rumah sakit.

Menurutnya, kondisi keuangan yang baik akan mengurangi beban para pekerja rumah sakit sehingga mereka dapat fokus melayani pasien. Hal tersebut kemudian akan mendorong peningkatan kualitas pelayanan di rumah sakit.

"Yang penting pelayanannya meningkat, apalagi di rumah sakit rujukan, seperti Rumah Sakit Sumber Waras. Mudah-mudahan kenaikan iuran akan membuat pelayanan semakin baik, proses administrasi semakin cepat," Kata Ronal.

Deni Wahyudin, salah seorang Pengusaha kuliner di Jakarta menyatakan dirinya tidak setuju dan terhadap kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Hal tersebut, menurutnya adalah sangat memberatkan untuk masyarakat yg tidak punya penghasilan tetap seperti saya.

"Tidak semua Peserta BPJS Kesehatan banyak yang mampu dengan kenaikan yang begitu pantastis," ujar Deni.

Lutfi Nuansha karyawan swasta yang berdomisili di Jakarta menilai bahwa kenaikan iuran tidak akan memberatkan masyarakat yang memiliki pekerjaan tetap, tetapi akan menjadi beban bagi pekerja informal.

Dia menjelaskan bahwa banyak peserta mandiri yang bekerja di sektor informal, sehingga dapat memberatkan mereka. "Seharusnya jika memang ingin menyasar sektor informal, dibuat regulasi yang lebih tepat sasaran, tidak memukul rata peserta mandiri," ujar Lutfi. 

Mohamad Fajar, SH. Advokat dan Mahasiswa Pascasarjana di STIH IBLAM menilai bahwa kenaikan iuran tersebut berpotensi menekan kepatuhan masyarakat dalam membayar iuran. Hal tersebut menurutnya perlu menjadi perhatian besar dari pemerintah, agar tidak mengundang protes masyarakat.

"Dengan biaya yang sebelumnya saja banyak masyarakat yang menunggak iuran, apalagi jika dinaikkan," ujar FAJAR.

0 Komentar